Sabtu, 30 Maret 2013

“Perladangan Berpindah dan Perambahan Hutan”

Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai iklim tropis yang sangat menguntungkan bagi masyarakatnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Dari keuntungan ini masyarakat Indonesia sangat memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di bangsa yang penuh dengan keanekaragaman hayati ini. Pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) dibutuhkan suatu kearifan dan menjaga keseimbangan; pilihan yang lestari, untuk memenuhi kebutuhan sekarang maupun generasi mendatang. Dalam pemanfaatan sumberdaya alam seperti lahan pertanian diperlukan perencanaan dan penanganan yang tepat dan bertanggung jawab, agar lahan tersebut tidak terdegradasi dan tetap memberikan keuntungan. Degradasi lahan untuk tanah-tanah tropis umumnya disebabkan oleh erosi. Penanggulangan erosi telah banyak dilakukan dan dikembangkan melalui tekonologi-teknologi konservasi tanah dan air. Perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan satu diantara yang menerapkan teknologi konservasi dalam pertanian yang lebih berintegrasi dengan sistem alami. Perladangan berpindah (Shifting cultivation) merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan pengalaman masyarakat dalam mengolah lahan dan tanah yang dipraktikkan secara turun menurun. Pada umumnya di Kalimantan ada beberapa tahapan yang dilakukan sebelum melakukan perladangan berpindah diantaranya Internal meeting, tahapan ini merupakan tahap awal yang akan dilakukan pleh penduduk suatu daerah atau pemukiman. Mereka akan melakukan pertemuan untuk bermusyawarah untuk melakukan perladangan berpindah secara bersama-sama. Setelah menemukan mufakat tahapan kedua yaitu Eksternal meeting, pada tahapan ini mufakat suatu pemukiman akan melakukan pertemuan dengan pemukiman atau kampung lain untuk berdiskusi. Pada tahapan kedua ini dilakukan untuk menghindari overlapping area dan mencegah berbagai hal-hal yang tidak diinginkan dengan kampung tetangga. Tahapan selanjutnya yaitu upacara penanaman padi. Hal ini pada umumnya memerlukan sesajen sebagai persembahan pada penghuni ladang yang akan dibuat, hal ini terjadi karena mereka masih menganut kepercayaan mereka. Setelah tahapan ini selesai maka tahapan selanjutnya pembukaan lahan, pada tahapan ini kegiatan pembukaan areal hutan atau gunung dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat sesuai mufakat yang telah dilakukan sebelumnya. Tahapan selanjutnya pembakaran kawasan yang akan dijadikan lahan perladangan. Pembakaran pada umumnya dilakukan secara hati-hati oleh masyarakat agar api tidak merambah pada area atau hutan yang masih alami.tahapan selanjutnya yaitu penanaman, sebelum penanaman telah melakukan penaburan benih awal di tempat lain sehingga bibit siap di tanam.selanjutnya yaitu Maintenance, pada tahapan ini melu=iputi pembersihan rumput dan gulma lainnya agar pertumbuhan tanaman yang ditanam menjadi lebih baik. Pada tahapan selanjutnya yang selalu ditunggu oleh masyarakat perladangan berpindah yaitu panen dan pada umunya setelah panen masyarakat akan melakukan pesta. Setelah lahan area umurnya tua maka tahapan selanjutnyaakan ditanam pohon lokal seperti Shorea spp. Untuk mengatasi pengaruh buruk pengolahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara pengolahan tanah konservasi yang dapat memperkecil terjadinya erosi. Cara perladangan berpindah dengan : 1. Tanpa olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada saat pertumbuhan awal tanaman. Penanaman dilakukan dengan tugal 2. Pengolahan tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah 3. Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan memotong lereng sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah atau dengan melintangkan pohon yang tidak terbakar (logs) dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah. Berbagai hasil penelitian, dengan dasar yang berbeda, akan menghasilkan suatu yang positif dan negatif. Beberapa contoh dampak dari perladangan berpindah diantaranya. Terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa hampir 100 % sungai yang terdapat pada pulau-pulau kecil mengalami penurunan debit air yang drastis, bahkan pada musim panas banyak sungai mengalami kekeringan. Selain itu pada musim hujan, selalu terjadi banjir dan erosi yang mampu mengikis dan mengangkut ribuan ton tanah permukaan ke sungai dan laut sehingga terjadi pendangkalan sungai dan gangguan ekosistem laut. Selain itu dampak dari perladangan berpindah ini adalah Terjadi penurunan drastis kesuburan tanah. Kondisi di lapangan menunjukan bahwa bekas-bekas areal berladang telah menjadi semak belukar ataupun padang alang-alang. Pada pulau-pulau kecil dengan kondisi ekosistem yang miskin vegetasi atau lahannya terbuka maka ketika musim hujan, banyak lapisan tanah permukaan yang terkikis dan hanyut, sehingga kondisi kesuburan tanah menjadi menurun. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi kesuburan tanah secara umum pada daerah-daerah terbuka berbeda 40 – 60 % terhadap lahan hutan primer. Tidak hanyai itu namun dapat Terjadi perubahan iklim dan yang paling drastis adalah kondisi iklim mikro dimana suhu meningkat rata-rata sebesar 1 – 3 oC dengan penurunan kelembaban relatif sebesar 5 – 10 %. Selain itu dari aspek iklim makro telah terjadi perubahan pola musim, dimana musim hujan dan musim panas sudah tidak konstan sesuai kalender musimnya. Dampak adanya perladangan berpindah selajutnya mampu menciptakan gangguan habitat satwa, dimana lebih disebabkan oleh perubahan kondisi vegetasi sebagai akibat perladangan berpindah dan hal ini berpengaruh signifikan terhadap habitat satwa. Akibatnya ekosistem hutan yang sebelumnya merupakan tempat makan, minum, bermain dan tidur menjadi terganggu, sehingga satwa cendrung bermigrasi ke tempat lain, ataupun memilih tetap bertahan dengan kondisi cover yang terganggu. Dan juga mampu menurunkan biodiversitas, yang secara umum disebabkan perladangan yang dilakukan dengan cara tebang habis dan bakar sehingga banyak spesies langka atau endemik juga ikut musnah. Sampai sejauh ini walaupun belum diteliti dampak perladangan terhadap kepunahan spesies, namun dari pendekatan Indeks Shannon-Wienner menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai keragaman spesies pohon sebesar 10 % dibandingkan hutan primer yang berada disekitar lokasi penebangan. Hal ini disebabkan beberapa spesies pohon toleran (kurang butuh cahaya) cenderung menghilang dari habitatnya sebagai akibat meningkatnya intensitas cahaya. Beberapa cara mengatasi berbagai dampak yang disebabkan oleh perladangan berpindah diantaranya membuat pemerintah pusat maupun daerah untuk menangani permasalahan laju perladangan berpindah terlebih dahulu, agar dapat disusun perencanaan yang tepat dan terarah dalam rangka penanggulangannya. Karena apapun juga pemerintah telah diperhadapkan dengan realitas kondisi bahwa perladangan berpindah memiliki korelasi kuat dengan kerusakan ekosistem. Selanjutnya dapat juga dengan regulasi berupa peraturan daerah yang dapat mengatur tentang pelaksanaan dan pengendalian laju peningkatan praktek perladangan. Hal ini sangat penting agar para peladang dapat memahami secara jelas tentang batasan-batasan dan prosedur praktek perladangan yang menjamin kelestarian ekosistem. Selanjutnya sebagai konsekuensi dari adanya peraturan daerah berarti akan diatur pula sanksi-sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang mungkin terjadi sehingga praktek perladangan dapat dilakukan secara terkontrol. Cara lain dengan Pengembangan model agroforestry. Menurut teori bahwa perladangan berpindah hanya dapat diatasi dengan 3 model utama, yaitu pengalihan profesi peladang, pengembangan model pertanian menetap dan model agroforestry. Berdasarkan ke 3 model ini, bila dikaji lebih jauh ternyata bahwa model pengalihan profesi tidak berhasil karena persoalan budaya. Aktivitas berladang telah dianggap sebagai budaya yang diwariskan nenek moyang mereka. Selain itu pertanian menetap juga sulit untuk diterapkan karena membutuhkan modal (input) yang besar bagi penerapannya. Sementara itu model agroforestry nampaknya mudah dan sederhana untuk diaplikasi karena membutuhkan hanya sedikit modal, tetapi hutan yang akan terbentuk nanti selama masa bera adalah hutan yang nanti memiliki nilai ekonomi dan konservasi yang tinggi. Cara terakhir adalah peningkatan kapasitas sumberdaya manusia untuk mendukung aplikasi ke 3 model utama pengendalian perladangan diatas. Untuk itu pendidikan, training dan latihan bagi peladang untuk peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sangat dibutuhkan bagi kerberhasilan pelaksanaan dari model yang ditawarkan nanti. Realita telah menunjukkan bahwa kerusakan ekosistem hutan salah satu penyebabnya adalah perladangan berpindah. Terdapat banyak hutan alam telah berubah menjadi ladang bahkan pada pulau-pulau kecil tertentu, sudah tidak dijumpai hutan. Kebanyakan hutan hanya dijumpai dalam bentuk spot-spot hutan sekunder. Oleh karena itu maka tiada kata lain untuk melakukan langkah-langkah pengendalian hutan secara lestari agar generasi selanjutnya dapat melihat hutan yang dapat dimanfaatkan secara Sustainable.

3 komentar:

  1. artikel perladangan dan perambahannya menambah pengetahuan mas bro,
    bisa tukar pemikiran di link ane
    http://muhkhoirulm11b.student.ipb.ac.id/

    BalasHapus
  2. ini linknya bro
    muhkhoirulm11b.student.ipb.ac.id

    BalasHapus
  3. The first video I ever watched, I was excited to see it!
    In the same episode, I watched the youtube converter second one on the show, The Big Bang Theory. it was really one of my favorite shows of all time, and as

    BalasHapus