Jumat, 15 November 2013

Penentuan Arah Rebah

artikel ini sama dengan artikel di blog ane yg satunya gan,
jadi ane punya dua blog,
ini link-nya
http://muhkhoirulm11b.student.ipb.ac.id/

Penentukan arah rebah merupakan hal yang sangat penting dalam penebangan pohon. Jika arah rebah salah maka keuntungan yang akan didapatkan akan menurun, selain itu kesalahan penetuan arah rebah mampu membuat kerusakan pada pohon, tiang dan tumbuhan bawah sekitar pohon yang ditebang sehingga penentuan arah rebah ini sangat penting diketahui.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemetuan arah rebah pohon yang akan ditebang beberapa diataranya seperti kecondongan tajuk, dari faktor kecondongan tajuk sebaiknya operator chainsaw (Chainsawmen) menentukan arah rebah ke sisi tajuk yang memiliki kecondongan yang lebih besar daripada tajuk pada sisi lain. Selain itu hal yang perlu diperhatikan selain kecondongan tajuk ialah kemiringan batang pohon, dari faktor ini Chainsawmen diharapkan merebahkan pohon ke arah kemiringan batang utama pada pohon yang akan ditebang. Kemudian hal yang penting dalam penentuan arah rebah ialah arah angin, Chainsawmen diharapkan merebahkan pohon ke arah angin yang terjadi pada saat penebangan tersebut. Selain hal ini hal yang perlu diperhatikan ialah tegakan bawah seperti tiang dan tumbuhan bawah disekitar pohon yang akan di tebang, sebaiknya Chansawmen tidak merebahkan pohon ke arah tegakan bawah tersebut agar tegakan bawah tersebut  tidak rusak dan mampu tumbuh sampai besar hingga mampu dimanfaatkan dimassa yang akan datang. Selain faktor-faktor diatas yang perlu diperhatikan ialah kecuraman daerah sekitar penebangan, diharapkan praktikan tidak menebang ke arah daerah yang curam agar pohon yang di tebang tidak rusak dan yang terpenting ialah agar operator chainsaw selamat.

Daftar Pustaka

Mujetahid A. 2008. Produktivitas Penebangan Pada Hutan Jati (Tectona grandis) Rakyat di Kabupaten Bone. Makassar: Lab. Pemanenan dan Pembukaan Wilayah Hutan Universitas Hasanuddin.

Keterbukaan Lahan

artikel ini sama dengan blog ane yg satunya gan,
ini link-nya
http://muhkhoirulm11b.student.ipb.ac.id/

Kerusakan dan Keterbukaan lahan dalam penebangan merupakan hal yang tidak bisa dihindari (Purwodidodo 1999). Kerusakan dan keterbukaan lahan ini disebabkan karena adanya proses penebangan dan penyaradan. Area yang terbuka akibat penebangan merupakan luasan daerah yang terbuka akibat penebangan pohon berikut rebahnya vegetasi lain disekitar pohon yang ditebang (Nasution 2009). Sedangkan area yang terbuka akibat penyaradan merupakan luasan lahan yang terbuka akibat bulldozer atau bekas lintasan batang kayu yang disarad (Nasution 2009).
Keterbukaan lahan yang sangat luas ini disebabkan dengan adanya penebangan yang berlebihan dan perencanaan jalan sarad yang kurang baik selain itu meningkatnya intensitas penyaradan cenderung meningkatkan luas keterbukaan lahan. Menurut penelitian Thaib (1986) menunjukkan bahwa keterbukan lahan akibat pemanenan kayu dengan menggunakan Buldozer dipengaruhi oleh jumlah pohon yang ditebang dalam per satuan luas, kemeringan lapangan dan faktor manajemennya. Luas areal yang terbuka disebabkan terutama oleh kegiatan penebangan dan penyaradan.
Pada proses penebangan tidak hanya akan membuka lahan akan tetapi akan merusak vegetasi yang lain yang terdapat disekitar pohon yang ditebang, seperti kerusakan semai, kerusakan tiang dan kerusakan pada pohon disekitar akibat rebahnya pohon yang ditebang. Mengetahui keterbukaan lahan dan keterbukaan lahan ini sangat diperlukan dalam pemanenan hutan terutama dalam hal bisnis karena untuk mengetahui seberapa besar lingkungan yang telah rusak akibat adanya pemanenan dan berapa biaya yang diperlukan untuk mengembalikan lingkungan tersebut seperti semula hingga bisa dimanfaakan untuk jangka waktu yang lebih lama. Selain itu mengetahui kerusakan dan keterbukaan lahan sangat bermanfaat untuk mengetahui berapa persen tumbuhan yang masih berpotensi untuk tumbuh dan dimanfaatkan dimassa yang akan datang.
Pada praktikum kali ini praktikan mendapatkan hasil keterbukaan lahan akibat penyaradan sebesar 24,913 m2 dengan persentase 0,996%. Dan mendapatkan angka kerusakan pada kerusakan pohon sebesar 1,449 %, kerusakan tiang sebesar 5,6 %, kerusakan pancang sebesar 1,09 % dan kerusakan semai sebesar 4,97 % dengan total kerusakan 13,109 %. Pada keterbukaan lahan mendapatkan angka yang relatif kecil karena praktikan memilih penyaradan pada area yang relatif lebih sedikit semai, tiang dan pohonnya sehingga mampu meminimalisir keterbukaan lahan yang ada. Akan tetapi pada angka kerusakan akibat penebangan mendapatkan hasil relatif lebih besar karena pohon yang raktikan tebang berada di tengah-tengah tiang, pancang dan semai.


Daftar Pustaka
Nasution AK. 2009. Keterbukaan Areal dan Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Kegiatan Penebangan dan Penyaradan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Purwowidodo. 1999. Pokok-Pokok Bahsan Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Bogor: IPB Press.

Thaib, J. 1986. Pengaruh Intensitas Penebangan dan Kelerangan Terhadap Keterbukaan Tanah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Volume 2 No:4. Puslitbang Hutan. Bogor.

Analisis Data Curah Hujan

ini juga gan, artikel ini didapat dari blog ane yg satunya
ini link-nya
http://muhkhoirulm11b.student.ipb.ac.id/

Air merupakan substansi paling melimpah di bumi ini serta air merupakan komponen terpenting bagi semua makhluk hidup. Maka terdapat cabang ilmu yang mempelajari sifat dan karakteristik air, kejadian, distribusi dan gerakan air yang disebut Hidrologi (Indarto, 2010). Unsur Hidrologi yang dominan di suatu wilayah adalah curah hujan.
Curah Hujan merupakan tingi air hujan (dalam mm) yang diterima dipermukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan peresapan/perembesan ke dalam tanah. Untuk menghitung curah hujan ada beberapa tekhnik, tekhnik yang aling sederhana adalah dengan gelas ukur. Gelas ukur diletakkan didepan halaman atau tempat terbuka lainnya, cara menghitungnya dengan melihat satuan cm (centimeter), mm (milimeter) atau inchi persatuan waktu. Umumnya  cara dengan gelas ukur ini dilakukan dengan hitungan hari. Untuk menghitung data curah hujan wilayah umumnya menggunakan metode interpolasi geostatistik diantaranya metode rata-rata aljabar, poligon thiessen, metode Isohyet, inversi distance dan kriging (Indarto, 2010).

Metode yang pertama yaitu metode rata-rata aljabar, metode ini paling sederhana karena metode ini yang menggunakan rata-rata dari seluruh stasiun penakar hujan yang ada di dalam DAS. Metode yang kedua adalah dengan Metode poligon thiessen, pada metode ini mengasumsikan bahwa tebal hujan di stasiun hujan (penakar hujan) yang terdekat jaraknya, terletak di dalam atau di deket DAS. Interpolasi dilakukan dengan membuat batas luas satuan yang jaraknya sama untuk setiap stasiun. Metode selanjutnya yaitu Metode Isohyet pada metode ini.

Interpretasi Visual

ini dari blog ane yang satunya gan,
ini alamatnya


Informasi penggunaan lahan terutama lahan yang terdapat dalam kawasan hutan mempunyai arti penting dalam menetukan rencana, kebijakan dan manajemen pada penggunaan kawasan hutan tersebut agar kawasan hutan tetap lestari dan mampu memberikan manfaat yang optimal bagi kehidupan manusia. Dalam perkembangan pembangunan yang sangat pesat seperti saat ini mengetahui penggunaan kawasan hutan merupakan suatu hal yang diperlukan, mengingat semakin bertambahnya jumlah manusia dengan kebutuhannya yang sangat berkembang sehingga memungkinkan dengan adanya penyebab tersebut mendesak manusia untuk membuka lahan di dalam kawasan hutan. Untuk meminimalisir dan mencegah  terbukanya lahan maka diperlukan ilmu menginterpretasi foto udara untuk mengetahui penggunaan lahan didalam kawasan hutan (Harimurti 1999).
Menurut Susanto (1979) interpretasi berhubungan dengan mengidentifikasi objek.  terdapat beberapa tahap dalam menginterpretasi foto udara yaitu diantaranya identifikasi dan delinasi. Identefikasi merupakan pengejaan foto yakni mengenali objek yang langsung nampak berdasarkan pengetahuan lkal atau pengetahuan tertentu. Sedangkan delinasi merupakan upaya penarikan batas pemisah berupa garis antara dua satuan objek yang berbeda dan berdampingan (Susanto 1979).
Terdapat dua cara interpretasi citra yaitu secara visual-manual dan digital (komputer) ( Sugiarto 2013). Interpretasi  secara manual-visual, sebagaimana arti katanya, merupakan metode interpretasi yang didasarkan pada hasil penyimpulan visual terhadap ciri-ciri spesifik obyek pada citra yang dikenali dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, tekstur, dan lokasi obyek. Metode ini disebut sebagai metode manual karena penafsirannya dilakukan oleh manusia sebagai interpreter. Proses interpretasi dapat saja menggunakan bantuan komputer untuk digitasi on screen, namun identifikasinya tetap dilakukan secara manual. 

Beberapa unsur yang diidentifikasi dalam menginterpretasi foto udara diantaranya unsur dasar yaitu warna dan susunan keruangan yang terdiri dari ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs dan asosiasi. Unsur dasar dalam interpretasi yang pertama yaitu warna, warna merupakan tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra. Warna dapat membedakan antara objek satu dengan yang lainnya misalnya mampu membedakan antara warna pemukiman dengan vegetasi. Unsur interpretasi selanjutnya yaitu bentuk, bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Unsur interpretasi selanjutnya yaitu ukuran. Ukuran merupakan atribut objek berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Unsur interpretasi selanjutnya ialah tekstur. Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona pada citra, umumnya tekstur dibedakan menjadi tekstur halus atau tekstur kasar. Unsur selanjutnya yaitu pola, pola merupakan susunan keruangan suatu objek atau bentuk suatu objek. Bayangan merupakan unsur interpretasi selanjutnya, bayangan bersifat menyembunyikan detai atau objek yang berada di daerah gelap. Objek atau gejala terletak di daerah banyangan pada umumnya tidak tampak sama sekali. Meskipun demikian bayangan sering membantu engenalan terhadap suatu objek yang diamati. Asosiasi merupakan unsur terakhir, asosiasi ini dapat diartikan sebagai keterkaitan antara objek satu dengan yang lainnya. Adanya keterkaitan ini membantu interpreter memprediksi suatu objek yang berada didekat objek yang telah diketahui (Sutrisno 2010).