Kamis, 12 Agustus 2010

Jabir Ibnu Hayyan , Ilmuan Islam Peletak Dasar Kimia Modern

Tak salah bila dunia mendapuknya sebagai bapak ki mia modern. Ahli kimia Mus lim terkemuka di era kekhalifahan yang dikenal di dunia Barat dengan pang gilan Geber itu memang sangat fenomenal. Betapa tidak, 10 abad se be lum ahli kimia Barat bernama John Dal ton (1766-1844) mencetuskan teori mo lekul kimia, Jabir Ibnu Hayyan (721M – 815 M) telah menemukannya di abad ke-8 M.
Hebatnya lagi, penemuan dan eksperimennya yang telah berumur 13 abad itu ternyata hingga kini masih tetap dijadikan rujukan. Dedikasinya dalam pengembangan ilmu kimia sungguh tak ternilai harganya. Tak heran, jika ilmuwan yang juga ahli farmasi itu dinobatkan sebagai renaissance man
(manusia yang mencerahkan).
Tanpa kontribusinya, boleh jadi ilmu kimia tak berkembang pesat seperti saat ini. Ilmu pengetahuan modern sungguh telah berutang budi kepada Jabir yang dikenal sebagai seorang sufi itu. Jabir telah menorehkan sederet karyanya dalam 200 kitab. Sebanyak 80 kitab yang ditulisnya itu mengkaji dan mengupas seluk-beluk ilmu kimia. Sebuah pencapaian yang terbilang amat prestisius.
Itulah sebabnya, ahli sejarah Barat, Philip K Hitti dalam History of the Arabs berujar, ‘’Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab juga memberikan sumbangan yang begitu besar di bidang kimia.’‘ Penyataan Hitti itu merupakan sebuah pengakuan Barat terhadap pencapaian yang telah ditorehkan umat Islam di era keemasan.
Sejatinya, ilmuwan kebanggaan umat Islam itu bernama lengkap Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan. Asal-usul kesukuan Jabir memang tak terungkap secara jelas. Satu versi menyebutkan, Jabir adalah seorang Arab. Namun, versi lain menyebutkan ahli kimia kesohor itu adalah orang Persia. Kebanyakan literatur menulis bahwa Jabir terlahir di Tus, Khurasan, Iran pada 721 M.
Saat terlahir, wilayah Iran berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah. Sang ayah bernama Hayyan Al-Azdi, seorang ahli farmasi berasal dari suku Arab Azd. Pada era kekuasaan Daulah Umayyah, sang ayah hijrah dari Yaman ke Kufah, salah satu kota pusat gerakan Syiah di Irak. Sang ayah merupakan pendukung Abbasiyah yang turut serta menggulingkan Dinasti Umayyah.
Ketika melakukan pemberontakan, Hayyan tertangkap di Khurasan dan dihukum mati. Sepeninggal sang ayah, Jabir dan keluarganya kembali ke Yaman. Jabir kecil pun mulai mempelajari Alquran, matematika, serta ilmu lainnya dari seorang ilmuwan bernama Harbi Al-Himyari.
Setelah Abbasiyah menggulingkan kekuasaan Umayyah, Jabir memutuskan untuk kembali ke Kufah. Di kota Syiah itulah, Jabir belajar dan merintis karier. Ketertarikannya pada bidang kimia, boleh jadi lantaran profesi sang ayah sebagai peracik obat. Jabir pun memutuskan untuk terjun di bidang kimia.
Jabir yang tumbuh besar di pusat peradaban Islam klasik itu menimba ilmu dari seorang imam termasyhur bernama Imam Ja’far Shadiq. Selain itu, ia juga sempat belajar dari Pangeran Khalin Ibnu Yazid. Jabir memulai kariernya di bidang kedokteran setelah berguru pada Barmaki Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah berada dibawah kepemimpinan Harun Ar-Rasyid.
Sejak saat itulah, Jabir bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Dalam karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Salah satu ciri khasnya, ia mendasari eksperimen-eksperimen yang dilakukannya secara kuantitatif. Selain itu, instrumen yang digunakan dibuat sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. ‘’Saya pertama kali mengetahuinya dengan melalui tangan dan otak saya, dan saya menelitinya hingga sebenar
mungkin, dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam.’‘ Kalimat itu kerap dituliskan Jabir saat mengakhiri uraian suatu eksperimen yang telah dilakukannya.
Setelah sempat berkarier di Damas – kus, Jabir pun dikabarkan kembali ke Kufah. Dua abad pasca-berpulangnya Jabir, dalam sebuah penggalian jalan telah ditemukan bekas laboratorium tempat sang ilmuwan berkarya. Dari tempat itu ditemukan peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona serta sebatang emas yang cukup berat.
Begitu banyak sumbangan yang telah dihasilkan Jabir bagi pengembangan kimia. Berkat jasa Jabir-lah, ilmu pengetahuan modern bisa mengenal asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, asam asetat, tehnik distilasi, dan tehnik kristalisasi. Jabir pulalah yang menemukan larutan aqua regia (dengan menggabungkan asam klorida dan asam nitrat) untuk melarutkan emas.
Keberhasilan penting lainnya yang dicapai Jabir adalah kemampuannya mengapli kasi kan pengetahuan me ngenai kimia ke dalam proses pembuatan besi dan logam lainnya, serta pencegahan karat. Ter nyata, Jabir jugalah yang kali pertama mengaplikasikan penggunaan mangan dioksida pada pembuatan gelas kaca.
Adalah Jabir pula yang pertama kali mencatat tentang pemanasan anggur akan menimbulkan gas yang mudah terbakar. Hal inilah yang kemudian memberikan jalan bagi Al-Razi untuk menemukan etanol.
Selain itu, Jabir pun berhasil menyempurnakan proses dasar sublimasi, peng uapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan
kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi. Apa yang dihasilkannya itu merupakan teknikteknik kimia modern.
Tak heran, bila sosok dan pemikiran Jabir begitu berpengaruh bagi para ahli kimia Muslim lainnya seperti Al-Razi (9 M), Tughrai (12 M) dan Al-Iraqi (13 M). Tak cuma itu, buku-buku yang ditulisnya juga begitu besar pengaruhnya terhadap pengembangan ilmu kimia di Eropa. Jabir tutup usia pada tahun 815 M di Kufah.
Sumber, Republika

Selasa, 10 Agustus 2010

Kejahatan Yang Sempurna

Kejahatan yang Sempurna

Penyangkalan atas fakta atau memindahkan makna dari fakta telah menjadi tren dalam pentas kasus di negeri ini. Kasus-kasus sidang penyuapan jaksa, dugaan pelecehan seksual, dan konspirasi pembunuhan berjalan sangat rumit dan berlika-liku.

Pertanyaannya, masih adakah kebenaran? Selalu ada fakta dan bukti yang gugur meski jelas dari pemikiran awam bahwa fakta itu mengandung kebenaran. Kita juga melihat, adagium utopis ”kejahatan yang sempurna” (perfect crime) benar-benar ada.

Kejahatan sempurna bukan epos tentang penjahat yang tidak pernah tertangkap penegak hukum dan mempertanggungjawabkannya dengan menjalani hukuman. Kejahatan sempurna adalah kejahatan terorganisasi dan dilakukan oleh pengambil keputusan dari institusi legal. Institusi yang rentan untuk melakukannya adalah aparatus negara.

Pembeda utama antara mafia dan aparat negara adalah soal legalitas. Dari sisi di mana pembuat dan pelaksana hukum berdiri, sebuah organisasi mafia adalah ilegal dan melanggar hukum.

Sophistokrat

Bagaimana jika aparat negara menjadi penjahat? Dengan kekuasaannya, mereka akan meyakinkan publik bahwa semua tuduhan yang dialamatkan kepada mereka adalah keliru. Mereka akan menjadi sophistokrat.

Plato dalam Republic menggambarkan sophist sebagai a sort of wizard atau seorang imitator hal paling nyata. Mereka bukan produsen kebenaran meski amat memahami diktum kebenaran. Mereka hanya memberi kesan kebenaran itu sendiri (Phaedrus, 275b, 276a).

Kecanggihan dalam memanipulasi dan selalu mempertanyakan kebenaran membuat kabur hubungan fakta dan kebenaran. Jika kita terbius keyakinan bahwa segala sesuatu tentang fakta adalah ilusi, mereka berhasil. Kebenaran lalu menjadi soal yang bisa dinegosiasikan.

Orang-orang sophis selalu berbicara tentang hantu, pengingkaran, dan penolakan dengan mempertanyakan kembali. Kecanggihan mereka seperti setan yang memainkan simulasi yang selalu ada di ruang samar-samar dan meyakinkan, sebuah kesalahan adalah hal paling benar (Deleuze, 1994:127).

Di berbagai ruang, institusi di republik ini telah dipenuhi sophistokrat. Mereka mempunyai lingkaran dengan berbagai profesi yang sejatinya hanya kamuflase. Semakin banyak hal yang secara faktual benar lalu menjadi lenyap dan berganti makna. Demikian juga dengan argumentasi yang mereka bangun akan dengan mudah dipercayai meski tidak masuk akal.

Apakah rakyat dan publik harus disalahkan karena membiarkan mereka berjaya? Tidak mudah menjawabnya karena mereka menguasai instrumen kekuasaan. Letak kehebatan para sophistokrat adalah kepiawaian melakukan dekonstruksi atas usaha-usaha meletakkan fondasi bagi konsensus kebenaran dan norma- norma moral di atas tatanan hukum dan politik. Prestasi besar mereka adalah membuat kebenaran menjadi hal yang seolah-olah benar.

Konsensus kebenaran

Sulitkah menentukan kebenaran? Filsuf Giambatista Vico (1965) memercayai, sensus communis (common sense) merupakan awal yang baik untuk menjelajah kebenaran dan menjadi dasar bagi konsep kebijaksanaan. Namun, yang kini terlihat adalah perlombaan seni berbicara (retorika) daripada menyatakan hal yang sesungguhnya (right thing).

Kebenaran sendiri terlalu paradoksal dan dilematis diperdebatkan. Akan tetapi, kita harus menyetujui tatanan kebenaran. Konsensus kebenaran harus diletakkan di aras kepentingan publik dan persepsi mereka atas kondisi politik dan hukum yang moralis.

Kebenaran publik tentu menjadi sesuatu yang lebih tinggi daripada kebenaran sektarian meski kebenaran publik bisa berubah seiring waktu.

Kita dihadapkan persoalan yang belum terselesaikan oleh agenda demokratisasi pasca-Orde Baru. Pelembagaan civil society yang belum kuat merupakan sebab gagalnya konsolidasi sipil untuk meletakkan batas-batas moralitas yang haus dipenuhi penyelenggara negara.

Perubahan dalam internal institusi, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun konstitutif, cenderung berjalan tanpa kontrol. Yang tampak adalah diorama pertarungan antarkeluarga gajah dan masyarakat menjadi pelanduk yang hampir mati di tengah arena mereka.

Bagaimana melakukan model pelembagaan konsensus? Setidaknya ada tiga hal penting.

Pertama, memulihkan agenda penguatan civil society yang bisa mengelola perbedaan kepentingan dari berbagai kelompok di dalamnya. Jaminan negara atas perbedaan pendapat harus ditepati. Dalam pembuatan regulasi, hak-hak konstitusional warga atas kebebasan dan pertanggungjawaban harus dikedepankan.

Kedua, membangun mekanisme keseimbangan kekuasaan dan saling kontrol antarinstitusi negara. Tidak boleh ada institusi yang mempunyai kewenangan lebih besar dari yang lain. Masing-masing harus mempunyai kewenangan sebagai eksekutor. Hal yang penting adalah membuat mekanisme yang mampu meniadakan tawar-menawar antarinstitusi negara dalam rangka membela kepentingan yang bersifat pribadi masing-masing.

Ketiga, meletakkan landasan normatif bangsa dan negara sebagai acuan yang selalu mempunyai relevansi bagi kinerja institusi negara dan bisa dijadikan pegangan. Semangat kebenaran yang berlaku universal bisa menjadi pegangan informal. Hal itu menjelma menjadi suara hati dari nurani yang amat menentukan pilihan-pilihan politiknya.

Para sophistokrat adalah aktor kejahatan yang sempurna. Jangan sampai mereka membuat negara dengan segenap institusinya sebagai panggung dari sandiwara perdebatan tanpa usai. Sementara rakyat hanya menjadi penonton yang harus membayar mahal untuk pementasan yang sama sekali tidak bermutu.


Kompas (25/06/2008)
Sungai Eufrat dalam Hadits

Daripada Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw bersabda: “Tidak terjadi hari kiamat itu sehingga Sungai Eufrat menjadi surut airnya sehingga ternampak sebuah gunung daripada emas. Ramai orang yang berperang untuk merebutkannya. Maka terbunuh sembilan puluh sembilan daripada seratus orang yang berperang. Dan masing-masing yang terlibat berkata “mudah-mudahan akulah orang yang terselamat itu”.”
Di dalam riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah bersabda: “Sudah dekat suatu masa di mana sungai Eufrat akan menjadi surut airnya lalu ternampak perbendaharaan daripada emas, maka barangsiapa yang hadir di situ janganlah ia mengambil sesuatu pun daripada harta itu.”
Segera sungai Eufrat akan memperlihatkan kekayaan (gunung) emas, maka siapa pun yang berada pada waktu itu tidak akan dapat mengambil apa pun darinya. (HR Bukhari)
Sungai itu (Eufrat) akan memperlihatkan sebuah gunung emas (di bawah sungai itu). (Abu Daud)

ROKOK

ROKOK


Majelis Ulama Indonesia baru-baru ini mengeluarkan fatwa penting mengenai haramnya merokok. Fatwa ini menimbulkan kontroversi banyak pihak, satu sisi mendukung tentang haramnya rokok dari sisi medis, sedangkan yang di seberang menolak karena memandangnya bahwa fatwa tersebut belum urgent dan bisa mengancam industri rokok yag ada di daerah dan tentu berpotensi menambah pengangguran terbuka yang ada di Indonesia.

Lain hal, LBM NU Jateng dan PCNU Jepara pada 1 September 2007. Mubahatsah atau pembahasan yang diikuti sekitar 100 kiai dari wilayah Jateng memutuskan bahwa PLTN Muria hukumnya haram, mengingat dampak negatifnya lebih besar daripada dampak positifnya.

Lalu apa hubungan antara rokok dengan PLTN diatas? Keduanya difatwakan haram oleh ulama, meskipun masih mengundang kontroversi. Terlepas dari fatwa para ulama tersebut, sekarang kita akan membandingkan tingkat bahaya antara rokok dengan PLTN dilihat dari radioaktifitasnya.

Jika kita merujuk data dari US Departmen of Health, Division of Radiation Protection yang dikeluarkan tahun 2002, sinar kosmis menghasilkan dosis 26 mrem/tahun. Radioisotop di permukaan bumi mengandung 29 mrem/tahun. Gas Radon di Atmosfer mengambil kontribusi sebesar 200mrem/tahun. Dalam tubuh manusia pun memancarkan radiasi (dari Karbon - 14 dan Kalium - 40 ) sebesar 40 mrem/tahun. Sinar X untuk diagnosa kesehatan memberikan andil 39 mrem/tahun. Sedangkan aktivitas kedokteran nuklir lainnya memberikan 14mrem/tahun. Instrumen elektronik seperti TV, komputer memberikan 11 mrem/tahun. Dan sisa ledakan nuklir (fall out), reaktor nuklir, pesawat terbang memberikan 1 mrem/tahun. Sehingga total dosis yang diterima tiap manusia di AS secara rata-rata adalah 361 person mrem/tahun atau 0,3 person rem/tahun (1 rem = 1.000 mrem). Hal ini dipenuhi dengan syarat yang bersangkutan tidak merokok.

Sebagai catatan, PLTN dengan daya 1.000 MWatt menghasilkan dosis radiasi mencapai 4,8 person rem/tahun. Namun pemerintah AS membatasi agar pekerja PLTN dan sektor nuklir lainnya hanya menerima dosis maksimum sebesar 100 person mrem/tahun saja. Sementara dalam PLTU dengan daya 1.000 MWatt dengan tingkat radiasi 100 kali lebih besar (yakni 490 person rem/tahun), belum ditemui ada kebijakan yang sama.

Sedangkan untuk rokok ternyata diketahui mengandung Radioisotop Polonium-210. Ini akan menambahkan dosis ekivalen sebesar 29,1 person rem/tahun untuk manusia perokok. Dan akan didapatkan dalam jaringan epitel paru-parunya dosis sebesar 6,6 - 40 person rem/tahun. Sementara pada bronchiolus-nya sebesar 1,5 person rem/tahun.

Rokok ternyata tidak hanya mengandung polonium (210Po) namun juga timbal (210Pb), yang keduanya termasuk dalam kelompok radionuklida dengan toksik sangat tinggi. Po-210 adalah pemancar radiasi- α, sedangkan Pb-210 adalah pemancar radiasi-ß. Kedua jenis radiasi tersebut, terutama radiasi- α berpotensi untuk menimbulkan kerusakan sel tubuh apabila terhisap atau tertelan. Kejadian kanker paru pada perokok pun belakangan ditengarai lebih disebabkan oleh radiasi-α & bukan diakibatkan karena tar dalam tembakau.

Lalu, bagaimana bisa 210Po & 210Pb bisa sampai di rokok? Ternyata tanah, sebagai tempat tumbuh tanaman tembakau- bahan utama rokok, mengandung radium (226Ra). Radium ini adalah atom induk yang nantinya dapat meluruh dan dua di antara sekian banyak unsur luruhannya adalah 210Po & 210Pb. Melalui akar, 210Po & 210Pb pun terserap oleh tanaman tembakau. Hal ini bisa diperparah dengan penggunaan pupuk fosfat yang mengandung kedua unsur tersebut. Tentu saja ini menambah konsentrasi 210Po & 210Pb dalam tembakau.

Mekanisme lain dan yang utama, adalah lewat daun. Po-210 & Pb-210 terendapkan pada permukaan daun tembakau sebagai hasil luruh dari gas radon (222Rn) yang berasal dari kerak bumi & lolos ke atmosfer. Daun tembakau memiliki kemampuan tinggi untuk menahan & kemudian mengakumulasi 210Po & 210Pb karena adanya bulu-bulu tipis ~yang disebut trichomes~ di ujung-ujungnya.

Meski aktivitasnya cukup rendah (3 - 5 mili Becquerel/batang) - dibandingkan dengan ambang batas dosis mematikan Polonium-210 untuk manusia berbobot 80 kg yakni sebesar 148 juta Becquerel (4 mili Curie). Namun aktivitas merokok membuat Polonium-210 terhirup dan terdepositkan ke dalam paru-paru tanpa bisa diekskresikan secara langsung oleh tubuh mengingat sifatnya sebagai logam berat dan memiliki sifat kimiawi mirip Oksigen sehingga tidak bisa diikat oleh CO2 maupun ion HCO3- (kecuali ada perlakuan khusus dengan meminum pil EDTA misalnya, itupun diragukan apa bisa melakukan Polonium removal di paru-paru).

Jika diasumsikan perokok yang bersangkutan mengkonsumsi rata-rata 2 bungkus rokok/hari selama lima tahun tanpa terputus, akumulasi Polonium-210 nya sudah cukup mampu menghasilkan perubahan abnormal pada alvoeli. Dan jika konsumsi terus berlanjut tanpa terputus, maka dalam masa 10 - 15 tahun sejak awal menjadi perokok, perokok yang bersangkutan sudah sangat berpotensi menderita kanker paru-paru, seperti nampak pada penelitian di Brazil (berdasarkan tembakau setempat). Jika konsumsi dikurangi menjadi 1 bungkus rokok/hari tanpa terputus, maka baru dalam 25 - 30 tahun kemudian potensi menderita kanker paru-paru mulai muncul.

Jadi jika pekerja sektor nuklir mendapatkan radiasi 100 person mrem/tahun. Mereka yang bekerja di PLTU dan mereka yang merokok menerima paparan radiasi berkali-kali lipat lebih besar. Jadi wajar saja jika banyak mereka yang mati karena radiasi akibat rokok atau PLTU dibanding para pekerja dalam sektor nuklir.

Dan jika kita ingin lebih ekstrim lagi, sebenarnya para warga Semenanjung Muria (Kudus -Pati - Jepara), dimana disana banyak terdapat industri rokok dan juga beberapa PLTU, sebenarnya sudah menkonsumsi radiasi jauh-jauh hari bahkan sebelum PLTN dibangun.

Dari Berbagai Sumber